Jeneponto, Aliefmedia.com – Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa (DPD ABPD) Kabupaten Jeneponto menolak rancangan perubahan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang di usulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Penolakan itu di sampaikan oleh Ketua DPD ABPD Kabupaten Jeneponto, Sulaeman Natsir usai mengkaji rancangan perubahan undang-undang tersebut bersama dengan pengurus DPD ABPD Jeneponto, Kamis, 17 Juni 2021.
“Setelah menyimak dan mencermati usulan rancangan perubahan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa di mana didalamnya terdapat usulan perubahan yang diajukan oleh komite 1 Dewan Perwakilan Daerah DPD RI,
Maka DPD ABPD Jeneponto menyatakan, menolak secara keseluruhan usulan iperubahan tersebut dengan beberapa alasan,” kata Sulaeman Natsir.
Menurutnya, DPD ABPD Jeneponto menolak rancangan perubahan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, karena bertentangan dengan semangat penguatan demokrasi dan pemberdayaan masyarakat di desa.
“Di mana semangat pemberdayaan demokrasi masyarakat di desa ini justru menjadi semangat lahirnya undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan malah dengan lahirnya usulan rancangan perubahan ini malah ini mengebiri semangat pember dayaan dan demokrasi di desa, itu disebabkan dihilang kannya hak-hak BPD terhadap penyeleng garaan pemerintahan di desa,” terang Sulaeman Natsir.
Lebih lanjut Sulaeman mengatakan, ada tiga hak BPD yang hilang dalam rancangan perubahan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang diusulkan oleh komite I DPD RI
“yang pertama mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah Desa, kemudian yang kedua menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan di desa, pelaksanaan pembangunan di desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa dan yang ketiga mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari APBD desa,” ungkap Sulaeman Natsir.
Sulaeman menegaskan, rancangan perubahan undang-undang nomor 6 2014 tentang desa bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi di desa atau semangat pemberantasan korupsi secara umum.
“Poin-poin yang dihilangkan itu merupakan poin-poin krusial, yang menurut kami akan mengebiri hak-hak masyarakat yang terwakilkan oleh BPD yang ada di desa, itu poin penting,” ujarnya.
Selain itu, kata Sulaeman, dalam ayat 2 pasal 62 rancangan perubahan undang- undang tersebut yang mengatur tentang tunjangan BPD berasal dari kegiatan di desa.
“Padahal kami mengusulkan bahwa seharusnya pasal itu berisi untuk memperkuat desa untuk memberikan penghasilan yang cukup bagi anggota BPD, bahwa anggota DPD berhak mendapatkan penghasilan dari APBD desa, penghasilan yang kami maksud itu berupa tunjangan dan honor- honor pelaksanaan kegiatan yang ada di desa,” ucap Sulaeman Natsir.
Hal tersebut diatas, legislator dari Partai amanat Nasional Ir.Awaluddin Sinring menanggapi bahwa pada prinsipnya jika tidak ada yang mengatur lebih dari itu,maka fungsi BPD saya tidak setuju jika ketiga fungsi BPD itu dihilangkan,justru harusnya lebih dikuatkan lagi fungsinya.
Demikian pula ketua Komisi III DPRD Jeneponto Hanapi Sewang.SE, mengatakan bahwa kami tidak sependapat kalau yang sifatnya hak-hak demokrasi yang dapat dikurangi atau dibatasi.
Terkait soal penolakan Rancangan UU NO. 6 tahun 2014 tentang Desa dimana didalamnya tiga fungsi BPD yang mau dihilangkan, ini kan tidak berpihak kepada rakyat apalagi menghilangkan hak hak rakyat dan kesejahteraannya yang mau di tiadakan maka hal ini kami dari anggota komiai IV DPRD Jeneponto untuk ditinjau lebih lanjut dan di pertinbangkan.
(Ramil Sain)