Makassar, Aliefmedia.com – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat ( DPP) Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI ) DR.Muhammad Nur,SH,MH Prihatin dengan kasus makar yang di tuduhkan kepada Dr.Eggi Sudjana,SH,M.Si yang kasusnya masih mengantung tanpa kepastian hukum.
Padahan Mengacu pada Konstitusi UUD 1945, bahwa Setiap warga negara berhak mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan yang sama terhadap proses hukum tanpa ada diskriminisasi, dalam menjalankan fungsi pemerintahan terutama dari lembaga Yudikatif harus memegang teguh prinsip tersebut sebagai fungsi penegakan hukum.
Banyaknya kasus dugaan tindak pidana makar pada saat pemilu 2019 lalu menyisakan pertanyaan dan kejanggalan dalam sejarah penegakam hukum. Kita lihat secara nyata dalam perjalanan sejarah pasal tersebut dipakai pada zaman orde baru untuk lawan politik yang melakukan kritik dan menyuarakan perlawanan ketidakpuasan atas kebijakan penguasa.ujar Muhammad Nur.
Tersangka atas tindak pidana makar yang sempat menjadi perbincangan adalah Dr. Egi Sudjana, dimana telah dilakukan penahanan atas dirinya dan telah dilakukan perpanjangan dan saat ini mendapatkan penangguhan penahanan atas dugaan tindak pidana tersebut.
Dr. Egi Sudjana saat ini telah berada di luar tahanan lebih dari 3 bulan dan beliau berada di luar ( fakta dan realita ) tidak pernah terjadi tindak pidana menggulingkan pemerintahan yang sah. Secara hukum dugaan perbuatan tersebut sebenarnya tidak pernah ada, karena selama ini perbuatan yang dituduhkan terhadap dirinya dan tersangka lain tersebut adalah merupakan hak masyarakat / warga negara untuk menyuarakan pendapat dimuka umum sebagaimana dijamin oleh Konstitusi.
Bahwa kita harus dapat membedakan yang mana menyuarakan pendapat di muka umum vide. UU. No.9 Tahun 1998 yang merujuk Jo. UUD. 1945 dengan tindak pidana makar.
Menyuarakan pendapat di muka umum diatur dalam pasal 27-28 UUD 1945 sedangkan pasal tindak pidana makar diatur dalam pasal 104,106,107 KUHP dimana pasal dalam KUHP tersebut ada dan dibuat pada zaman belanda, sehingga jika pemerintah dalam hal ini Polri ingin menerapkan pasal Makar tersebut haruslah berhati-hati dan jangan sembarang menerapkan, karena jika salah menerapkan seperti ini maka telah terjadi kemunduran hukum ke masa orde baru dan bahkan mundur ke masa penjajaahan colonial belanda, dimana pasal tersebut digunakan untuk membasmi lawan politik.
Muhammad Nur berharap bahwa telah ditangguhkannya penahanan terhadap Dr. Egi Sudjana dan tersangka lainnya dan telah terbukti tidak adanya tindak pidana makar sebagaimana yang dituduhkan,
maka demi hak atas kepastian hukum warga negara dan persamaan hak dimata hukum maka sudah sepatutnya Polri menerbitkan SP3 terhadap Egi Sudjana dan tersangka lainnya atas dugaan tindak pidana Makar saat pilpres 2019 lalu.(Jf).