BULUKUMBA, Aliefmedia.com – Menghadapi Pesta Pemilihan Umum (Pemilu) serentak di tahun 2024 mendatang, banyak hal yang perlu didorong oleh pengawas Pemilu, selain Politik uang, Netralitas ASN, TNI/Polri dan Perangkat Desa juga perlu didorong.
Hal tersebut perlu dilakukan, itu demi menghasilkan pemilu 2024 yang berkualitas dan bermartabat.
Sekedar diketahui, bahwa Netralitas itu merupakan tindakan yang tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak).
Dimana terkait netralitas ASN sendiri, landasan hukumnya sangat jelas, yaitu dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
Dalam aturan tersebut dikatakan, bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Sufriadi (Ketua Panwaslu kecamatan Kindang) mencermati beberapa catatan dari bawaslu RI ternyata kami menemukan bahwa terdapat 1.194 kasus dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil Negara (ASN) pada pilkada 2020 lalu yang diberitakan oleh salah satu media pada 10 Februari 2021.
Sehingga untuk momentum pemilu 2024 nanti kata Sufriadi, pihaknya mendorong kepada para ASN, Kepala Desa, BPD, Perangkat Desa dan pihak pihak yang dilarang ikut serta, khususnya pada kegiatan kampanye pada yang di lakukan oleh peserta pemilu mendatang.
Sementara pada Amanah UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu pada pasal 280 ayat 2. pihak pihak yang di larang ikut serta pada kegiatan kampanye salah satunya adalah ASN, Kepala Desa, BPD, Perangkat Desa.
“Olehnya itu kami dari Panwaslu Kecamatan Kindang mengajak dengan kerendahan hati, mari kita bersama-sama melakukan pengawasan secara partisipatif dan saling mengingatkan sebagai upaya pencegahan adanya pelanggaran pemilu yang selalu berulang yang hanya karena di sebabkan kurangnya kesadaran,” imbuhnya.
Dijelaskan Ketua Panwaslu Kecamatan Kindang ini, bahwa berkaitan dengan pelanggaran tersebut, bukan berarti oknum tidak paham atau tidak mengetahui adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas, tetapi hal itu terjadi karena kurangnya kesadaran.
Kemudian dijelaskan Sufri lebih jauh, bahwa berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa: Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dalam undang-undang tersebut, kepala desa memilki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau pilkada.
” Begitupun dengan Perangkat Desa yang terdiri dari Sekertaris Desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah,” cetusnya.
Sementara itu, Muh. Nasir selaku Koordinator Devisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, dia mengemukakan bahwa berkaitan dengan Netralitas tersebut, juga dipertegas dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu: Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) yaitu pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Pada pasal 280 ayat 3 disebutkan, bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu. Pasal 282 ; Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalarn negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.
Begitu juga nantinya pada saat pemilihan kepala Daerah baik tingkat satu maupun tingkat dua. Dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang; Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan. Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. (*)