
JENEPONTO, Aliefmedia.com – Penetapan dan penahanan 3 orang Tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jeneponto beberapa pekan lalu, terkait pengadaan soal Ujian SD, masing-masing (NA) mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto, (UB) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto dan Penyedia barang ( IL). Ketiganya kini sudah ditahan di Rutan kelas II B Jeneponto.


Penetapan dan penahanan tersebut belakangan menuai berbagai tanggapan yang cukup beragam, diantaranya Ketua DPD LSM Gerak Turatea Jeneponto, Hamzah Rapi mengatakan bahwa penetapan dan penahanan ketiga tersangka tersebut dinilai keliru, karena kebijakan yang menyebabkan kerugian negara sebagaimana disebutkan disejumlah media sebelumnya yang merupakan hasil audit khusus oleh Inspektorat Kabupaten Jeneponto adalah kebijakan sepihak, para Koordinator Wilayah (Korwil Dikbud) di 11 Kecamatan sekabupaten Jeneponto dimasing-masing wilayahnya.
Lebih jauh Hamzah Rapi menjelaskan bahwa termasuk tudingan dan sangkaan korupsi 2,8 milyar dinilai salah sasaran, karena dana BOS tidak melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto, akan tetapi melalui rekening Kepala sekolah.
Sehingga dinilai sangat ironi jika disebut Kepala Dinas Pendidikan dan mantan kepala Dinas Pendidikan korupsi dana BOS. sementara dana tersebut tidak melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto.
Demikian pula masing-masing kepala sekolah yang melakukan pembelanjaan, termasuk pengadaan soal ujian ini juga masing-masing kepala sekolah yang membayar di Korwil Dikbud Kecamatan.
Hal inilah yang memunculkan beberapa pertanyaan, mengapa justeru kepala Dinas dan mantan kepala Dinas Pendidikan yang dijerat hukum, beber Hamsah Rapi.
Menjawab pertanyaan diatas, media ini melakukan penelusuran dengan melibatkan berbagai sumber, menyebutkan bahwa terjeratnya kedua oknum tersebut, yakni Kepala Dinas Pendidikan dan mantan kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto karena para korwil dikbud di 11 kecamatan secara bersama-sama menyebut, bahwa ia selaku korwil di kecamatan hanya menjalankan perintah Kepala Dinas melalui surat/disposisi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto.
Pengakuan inilah yang membuat keduanya harus mendekam dan harus menerima penetapan dan penahanan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Jeneponto.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto non aktif bersama Mantan kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto saat dikonfirmasi di Rutan Kls II B kepada Tim Media ini mengatakan bahwa “justru saya sendiri yang bingung dengan penahanan ini”.
Menurutnya bahwa jika dikatakan berdasarkan disposisi yang saya keluarkan, itupun saya tidak merasa adanya kebijakan saya yang berpotensi merugikan negara.
Justru menurut saya, jika itu yang dijadikan sebagai dasar untuk menjeratnya, mungkin Korwil menyalahgunakan, karena disposisi itu hanya kepada Kepala bidang Dikdas untuk ditindaklanjuti,
Sebab saya selaku kepala Dinas hanya berwenang untuk APBD, namun pada tahun itu tidak ada anggarannya dari APBD, karena tidak ada anggaran untuk itu.
Kemudian saya mengeluarkan himbauan kepada para kepala sekolah untuk menggandakan soal ujian masing-masing untuk sekolahnya dan itulah yang terjadi ditingkat SMP, sedangkan ditingkat SD saya tidak pernah memberikan perintah kepada Korwil Kecamatan, baik lisan maupun tertulis untuk melakukan penggandaan soal ujian atau semacamnya, terangnya.
Adapun disposisi dan himbauan kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jeneponto berbunyi, pada poin 5 tertulis (selengkapnya bisa dibaca pada foto diatas, Red.) bahwa soal yang sudah diverifikasi oleh tim akan disalurkan melalui korwil masing-masing kecamatan dan dilanjutkan ke sekolah sehingga bentuk soal yang akan dicetak menjadi seragam.
Karena itu, diminta kepada pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto agar segera mereview kembali penetapan tersangka dan penahanan terhadap ketiganya, karena ini tentang penggandaan soal ujian dan fisiknya ada disekolah,
Sehingga kerugian negara yang dimaksud adalah mengada-ada saja, demikian pula dengan dana yang masih mengendap di Korwil agar segera dituntaskan, karena ini adalah biaya dan jasa percetakan dan merupakan hak penyedia barang, karena barangnya sudah dipergunakan, katanya.
Senada dengan itu, Hamzah Rapi juga berharap kepada Kejaksaan Negeri Jeneponto agar dalam pemeriksaan para korwil lebih dipertegas dan diperjelas tentang sisa dana pihak penyedia yang masih ada di Korwil, kata Hamzah dengan nada harap. (TIM Media)