
TAKALAR, Aliefmedia.com— Pemerintahan di lingkungan Bontomajannang Kelurahan Bontolebang Kecamatan Galesong Utara (Galut) Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan menjadi sorotan, setelah Viral informasi tentang pemecatan secara tiba-tiba Kepala Lingkungan (Kepling) Abdul Aziz mengejutkan Warga yang diduga kuat tanpa dasar prosedur yang sah.
Pemberhentian Abd. Azis Dg. Sese sebagai Kepala Lingkungan Bontomajannang ini atas surat rekomendasi Kepala Kelurahan ASHAR SAHRUNA S.STP pertanggal 11 Juli tahun 2025 Nomor : 032/KBL/VII/2025 kepada Camat Galesong Utara untuk di nonaktifkan.
“Dengan ini memberikan Rekomendasi kepada Bapak Camat Galesong Utara agar kiranya nama yang tersebut di atas dapat di nonaktifkan sebagai Kepala Lingkungan Bontomajannang”. Demikian bunyi redaksi Kepala kelurahan dalam surat rekomendasi penonaktifan Kepala Lingkungan.
Langkah Kepala kelurahan ini memunculkan dugaan adanya praktik penyalahgunaan wewenang bertindak semaunya dalam jabatan dan campur tangan kepentingan politik dalam roda pemerintahan lokal.
Pemecatan tersebut dilakukan tanpa evaluasi terbuka, tanpa surat peringatan, dan tanpa alasan yang jelas, Padahal aturan pemberhentian seorang Kepling tentunya dengan proses administrasi yang ketat, termasuk penilaian kinerja yang objektif dan melibatkan tokoh masyarakat.
Dari fakta ini mengindikasi bahwa keputusan tersebut tanpa pertimbangan birokrasi, melainkan sarat kepentingan pribadi yang terselubung hingga membuat warga dan tokoh masyarakat menyebut sebagai tindakan kesewenang-wenangan.
“Ini bukan cuma soal jabatan, ini soal cara memimpin. Kalau aparat bisa dipecat tanpa prosedur, siapa pun bisa jadi korban politik,” tegas salah satu tokoh warga yang meminta namanya tidak disebutkan.
Ia menambahkan bahwa Kepala Lingkungan yang dicopot dikenal aktif, responsif, dan selama ini tak pernah terlibat dengan persoalan hukum maupun pelanggaran etika.
Dikonfirmasi Kepling Abd Azis Dg. Sese di rumahnya, diakui tidak tahu menahu karena selama ini dirinya tidak pernah menerima surat secara resmi baik surat peringatan maupun surat pemberhentian dari kelurahan ataupun dari kecamatan.
“Saya tidak pernah menerima surat penyampaian, peringatan ataupun surat pemberhentian Kalau saya ternyata di nonaktifkan, ” ucap Dg Sese saat ditanya wartawan .
Kemungkinan besar dirinya di nonaktifkan karena menolak menandatangani surat kewarisan (Bangung Dg Lewa) yang di perintahkan Kepala Kelurahan Ashar Sahruna yang menandatangani duluan, karena tanah yang dimaksud masih dalam sengketa.
“Saya menolak untuk bertanda tangan karena obyek itu masih bermasalah,” ucap Kepling Dg Sese.
Lanjut kata Dg Sese, dirinya tidak mau tanda tangan kewarisan (Bangung Dg. Lewa) dengan alasan sebelumnya dirinya pernah dimanfaatkan ikut melakukan perbuatan melawan hukum atas perintah Lurah atas perubahan nama SPPT PBB Djiro Bin Manossong ke nama Bangung Dg. Lewa yang diduga kuat akan menghilangkan hak orang lain atas sebuah objek tanah hingga dirinya dengan tegas menolak bertanda tangan.
“Waktu itu saya tidak mau tandatangan Perubahan SPPT PBB karena NOP Djiro Bin Manossong yang mau di pake ke atas nama Bangung Dg Lewa, namun pak lurah bilang bukan ji itu nomor di pake, tandatangani saja. Jadi Saya tanda tangan, namun nyatanya sekarang nama Djiro Bin Manossong hilang yang muncul Bangung Lewa, memakai NOP Djiro Binti Manossong,” ucapnya lagi menceritakan kejadian sebelumnya atas perintah Lurah.
“Saya juga sudah pernah dipanggil pak camat dan saya sudah jelaskan, namun tetap diarahkan untuk tandatangani saja itu kewarisan, namun saya masih menolak,” ucapnya lagi menyampaikan setelah dipanggil Camat.
Kuat dugaan pemecatan Kepling ini adalah langkah sistematis untuk menyingkirkan sosok yang tak sejalan dengan kehendak elit tertentu dalam melancarkan aksi kepentingan sepihak di pemerintahan kelurahan dan kecamatan hingga asumsi negatif yang berkembang di masyarakat menyebut adanya manuver untuk mengganti Kepala Lingkungan yang jujur dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan.
Terpisah Kepala Kecamatan Galesong Utara Sumarlin S.pd. M.Si di konfirmasi via aplikasi WhatsApp terkait pemecatan Kepling Bontomajannang beralasan bahwa itu bukan pemecatan tapi pergantian.
“Wslm..tdk di pecat, Pergantian ” singkat Camat menyampaikan dalam pesan chat WhatsApp.
“Untuk lebih jelasnya silahkan bertanya sama kepala lingkungannya yg di ganti “. tulisnya lagi singkat.
Jika benar, ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga adalah bentuk pembusukan demokrasi di tingkat akar rumput yang perlu segera ditertibkan sebelum melebar ketingkat lebih tinggi.
Sekretaris Kelurahan (Seklur) saat dikonfirmasi Media ini terkait adanya rekomendasi lurah dalam penonaktifan Kepling sangat menyayangkan karena tidak berdasar dan tidak sesuai prosedur, Parahnya ada indikasi Perintah Pemaksaan Lurah kepada Kepling untuk tanda tangani surat keterangan kewarisan yang bidang tanah yang sementara masih dalam sengketa yang berakibat rekomendasi penonaktifan Kepling.
“Na memang tidak ada dasarnya pemecatan Kepling. Kalau ada dasarnya dilampirkan itu di rekomendasinya itu ke Camat,” ucap Seklur menegaskan.
“Ini tidak di tau Siapa penggantinya.
kalau Saya liat, ada keterpaksaan pak lurah dengan memaksa Dg Sese untuk tanda tangan kewarisan namun Dg Sese tidak mau karena itu lokasi bermasalah, saya dengar begitu,” ucap Seklur lanjut menjelaskan.
Jelas Praktik seperti ini sangat mencederai semangat reformasi birokrasi dan merusak fondasi pelayanan publik yang bersih. Jika dibiarkan, tindakan sepihak semacam ini bisa menjadi preseden buruk dalam sistem pemerintahan di lingkup kelurahan Bontolebang, lingkup kecamatan Galesong Utara serta melebar ke lingkup Pemerintahan Kabupaten Takalar melemahkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Pemecatan tanpa dasar adalah bentuk pembunuhan karakter dan itu harus dilawan, hingga berita terbit, warga menuntut agar Pemerintah Daerah turun tangan dan mengusut tuntas kasus ini. Mereka mendesak dilakukan audit kebijakan dan pemanggilan terhadap pihak yang terlibat dalam proses pemberhentian Kepling serta indikasi menghilangkan hak atas objek bidang tanah orang lain.
laporan : Faisal Muang.