Oleh: Dr. Chazali H. Situmorang *)
Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021, Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, tanggal 2 Februari 2021 yang lalu.
Persoalan menjadi isu nasional, karena dalam Perpres itu juga diatur soal investasi minuman miras beralkohol.
Sudah dapat diduga yang melatar belakangi landasan hukum yang digunakan adalah UU Nomor 11 Tahun 2020, Tentang Cipta Kerja, dan pasal yang menggambarkan tentang kekuasaan pemerintah di tangan Presiden, yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1 UU Dasar 1945.
Semestinya dasar mengingat Perpres itu, tidak cukup hanya pasal 4 ayat 1, tetapi juga harus mencantumkan Pasal 9 ayat 1 UU Dasar 1945, yakni Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
“Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.”
Kata kunci Pasal 9 ayat (1) itu adalah “ Demi Allah”, bagaimana Presiden Jokowi mempertanggung jawabkan soal investasi miras beralkohol kepada Allah, terlebih yang lebih berat lagi adalah KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden yang baru saja melepakan jabatannya sebagai Ketua Umum Pegurus Pusat MUI.
Kita tidak mendengar KH Ma’ruf Amin memberikan masukan kepada Presiden terkait investasi miras beralkohol itu yang tercantum dalam lampiran III Perpres Nomor 10/2021.
Wakil Ketua Umum PP MUI sudah bicara keras menolak, Ketua Umum PB NU juga sudah menolak. PKB, PPP dan PKS sudah menyatakan menolak, dengan berbagai aqrgumentasi yang sangat tajam dan menohok kebijakan pemerintah itu.
Yang menarik apa yang dikatakan Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB, Jazilul Fawaid yang menolak Perpres Nomor 10 Tahun 2021 Bidang Usaha Penanaman Modal, menyoal investasi minuman keras beralkohol atau miras. Menurut Jazilul aturan tersebut bertentangan dengan Pancasila.
“Saya selaku wakil ketua MPR RI menolak keras perpres miras sebab itu bertentangan dengan nilai Pancasila dan tujuan bernegara, melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Jazilul kepada wartawan, Senin (1/3/2021).
“Kita bukan bangsa pemabuk. Kita bangsa yang berketuhanan. Miras itu jalan setan, akan lebih besar kerusakannya daripada manfaatnya,” kata Gus Jazil sapaan akrab Jazilul.
Mungkin PKB marahnya sudah sampai ke ubun-ubun. Sebagai partai pendukung pemerintah dan berhasil menempatkan KH Ma’ruf Amin sebagai Wapres, terlihat sangat kecewa, dan kita tidak dapat menduga sampai dimana bandul politik itu bergerak kedepan, dengan terbitnya Perpres 10/2021.
Kita mencermatai Lampiran III dalam Perpres itu, sungguh menarik, dan menimbulkan sensitifitas kedaerahan. Lampiran III itu tentang Daftar Bidang Usaha Dengan Persyaratan Tertentu, urutan 31, dan 32. Pemerintah memberikan kesempatan investasi minuman keras beralkohol, dan beralkohol: anggur.
Penanaman modal baru hanya berlaku di Propinsi Papua, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Bali. Dengan memperhatikan kearifan setempat. Yang mengatur prosesnya adalah BKPM berdasarkan usulan Gubernur.
Apa pertimbangan hanya karena keempat daerah ini saja?. Apakah karena pertimbangan muslimnya minoritas, agar tidak mendapatkan banyak “kesulitan” , atau karena kearifan lokal setempat sudah biasa minuman keras beralkohol?. Apakah agar non muslim, seperti Kristen tidak menolak minuman keras beralkohol?. Pada hal kita mengetahui dari berbagai ajaran keenam agama yang ada di Indonesia ( Islam, Protestan, Katholik, Budha, Hindu, dan Kong Hu Cu), mengharamkan mainuman keras beralkohol.
Apakah ada jaminan jika investasi miras beralkohol itu dilakukan di keempat propinsi akan semakin meningkat ekonominya?, semakin meningkat pendapat masyarakatnya?. Mana lebih cepat efek sampingnya yang timbul?. Mabuk-mabukan, perkelahian, perampokan, penganiayaan, kematian pemuda karena menenggak minuman keras?.
Simak apa yang dikatakan Gubernur Papua Lukas Enembe, diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minumal Berakohol, merupakan langkah protektif Pemprov Papua untuk menyelamatkan dan melindungi penduduk di daerah itu.
Perda ini, kata Lukas Enembe, juga mendapat dukungan kuat dari semua elemen di Papua. “Salah satu bentuk dukungan kuat itu adanya penandatanganan pakta integritas pelarangan minuman berakohol oleh Forkompimda tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Lukas Enembe di Jayapura.
Kita kasihan saudara-saudara kita di beberapa propinsi itu, yang secara ekonomi pendapatan perkapita masih yang paling rendah di bandingkan propinsi lainnya ( NTT dan Papua), dengan Perpres itu, ibarat pisau bermata dua, satu sisi ingin mendorong pertumbuhan investasi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, disatu sisi dapat merusak sendi-sendi nilai budaya, nilai agama, dan kehidupan sosial, yang jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Jika ingin menyelamatkan ekonomi masyarakat NTT, Papua, Sulut dan Bali, masih banyak cara-cara investasi lainnya, melalui potensi budaya, sumber daya alam, pariwisata, pertanian yang belum dioptimalkan. Tanpa melanggar komitmen Presiden/Wakil Presiden kepada Allah dengan janjinya “Demi Allah saya berjanji”.
Jika kita tidak mengingatkan pemerintah soal miras ini, bukan tidak mungkin kedepan ini juga akan dibolehkan industri pornografi, perjudian, dan sex komersial, dengan memperhatikan “kearifan lokal”, dengan tujuan “mulia” yaitu meningkatkan perekonomian.
Apakah kita akan menyongsong takdir sebagai bangsa pemabok, jauh dari berketuhanan, jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Itupun kalau kita peduli. Kalau tidak?, wasalam.
Cibubur, 1 Maret 2021 *)
Pemerhati Kebijakan Publik/Dosen FISIP UNAS*)