Bantaeng, Aliefmedia.com – Pekerjaan Bantuan Pembangunan Embung dan Bangunan penampung air lainnya yang berlokasi di Desa Borong loe Kecamatan Pa’jukukang Kab.Bantaeng menuai sorotan.
Proyek dengan Kontraktor Pelaksana CV. Mulia Karya Persada dan Konsultan CV. Almahyra Engineer Consultant anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) TA 2019, Melalui Kementerian Desa (KEMENDES) Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Ketua DPD. Badan Advoksi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (DPD BAIN HAM RI) M.Jufri, Saat melakukan investigasi dilapangan, terlihat secara jelas dan nyata bahwa kondisi pasangan batu talud pada dinding bangunan embung sebagai penahan air terdapat perekat pasangan batu yang mengangah hingga kelihatan terpisah dihampir sepanjang badan dinding pasangan, nampak retak yang cukup parah mulai dari dasar hingga keujung dinding.
Beberapa temuan dilokasi bangunan diduga ada kelalaian dan dikerjakan asal jadi. Diantaranya galian pondasi kurang dalam, campuran perekat batu talud dinding sangat tipis yang menyebabkan air meresap keluar.
Jufri menduga hal itulah penyebab utama pasangan batu talud yang cepat retak hingga menahan beban berat dari batu serta gaya gravitasi bumi terhadap batu dan akhirnya batu pasangan cepat retak dan hampir terpisah dari dinding pasangan Sehingga hampir keselurahan pasangan talud pada embung dengan ukuran 50 x 50 meter atau sepanjang 200 meter persegi hampir semua mengalami kerusakan padahal boleh dikata baru seumur jagung.
Dengan Melihat Kondisi dilokasi, kuat dugaan pihak rekanan pelaksana pekerjaan tersebut tidak memenuhi peraturan spesifikasi kontrak dan analisa didalam penggunaan material kerja atau mengurangi volume bahan material semen dan pasir campuran sebagai perekat batu talud dinding yang merupakan sumber utama penentuan kekuatan dari pekerjaan pasangan yang akan digunakan sebagai penampungan air.
“Inilah bukti dugaan kuat, hasil kerja didalam pelaksanaan pembuatan Bantuan pembangunan embung tersebut terdapat kelalain, baik dari team pengawas dinas terkait maupun team konsultan pengawas yang seharusnya berada dilapangan dan dapat bertanggung jawab penuh terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan yang menelan anggaran ratusan juta rupiah bersumber dari APBN tersebut”, Kata M. Jufri.
Warga sekitar lokasi bangunan yang di mintai keterangan, Saibo dan Rudi mengatakan, Lahan yang dibanguni ini tidak ada ganti rugi.
” Iya pak. Tidak ada ganti rugi”, Jelas Saibo.
“Begitupun batu yang terpasang hanya diambil di sekitar lokasi bangunan, pada saat awal mula pekerjaan ini dikerja dia mendengar issu bahwa akan di pasang dua titik sumur bor yang dijadikan sumber mata air untuk mengaliri penampungan tersebut namun sampai saat ini tidak ada tanda-tanda”, Rudi menambahkan.
Kemudian Saibo bersama petani sekitar menginginkan bangunan embun tersebut dijadikan sawah saja kembali seperti dulu karena menurutnya bangunan itu tidak ada manfaatnya. Bahkan menurutnya, pejabat penting di kab.Bantaeng yang pernah berkunjung ke lokasi bangunan beberapa waktu lalu mengatakan hal yang sama. ungkapnya.
Seharusnya, pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan Embung Pertanian mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dilakukan secara efektif dengan melakukan monitoring dan evaluasi semaksimal mungkin, sehingga hasil pekerjaan sesuai yang diharapkan dengan mengedepankan kualitas, tetapi yang terjadi sesuai hasil temuan dilapangan kondisinya sangat memperihatinkan.Tutur Jufri
Sehubungan dengan hal tersebut, mekanisme pelaksanaan kegiatan pengembangan embung pertanian dilakukan melalui bantuan pemerintah dengan anggaran sebesar Rp.730.814.364, sudah mengabaikan pedoman teknis pengembangan embung pertanian, Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02.5/Kpts/SR.110/B/01/2019 sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan yang anggarannya bersumber dari APBN. (Ks/Man)
Sebagai tambahan informasi terkait pembangunan Embung ini.
Pembangunan Embung itu sudah ada penyimpangan sejak awal Pasca Perencanaan. Karena sesuai Perencanaan berdasarkan hasil Survei Teknis oleh panitia dari Dinas PMD dan Dinas Pertanian serta Hasil Peninjauan Langsung Lokasi oleh Pihak Kementerian Desa disepakati titik koordinat lokasi kegiatan pembangunan Embung di Desa Papanloe karena memenuhi syarat ada utama yaitu ada sumber airnya (tersedia pompa sumur bor dalam dan ada irigasi pertanian), tapi entah apa sebabnya sehingga tiba tiba Embung itu malah dibangun oleh Kontraktornya di Desa Borongloe tanpa ada rapat sebelumnya dengan semua pihak terkait. Karena pemindahan lokasi pembangunan Embung itulah sehingga panitia teknis dari dinas PMD dan dinas Pertanian Bantaeng memilih mengundurkan diri dari kepanitiaan karena melihat ada ketidakberesan yg dikwatirkan sulit dipertanggungjawabkan. Dan apa yg terjadi sekarang memang terbukti BENAR, bahwa hasil pekerjaan di lapangan asal jadi saja sehingga tidak bermanfaat oleh masyarakat. Dan patut diduga besar kemungkinan karena dikorupsi anggarannya sehingga hasil pekerjaan embung rusak dan tidak sesuai spek, desain dan perencanaannya.